Kamis, 22 Oktober 2015

ANTARA LIDAH DAN HATI

Ada suatu kisah seorang mursyid (guru besar salah satu thoriqoh) yang bertempat tinggal disebuah negara yang mayoritas penduduknya seorang muslim, kegiatan setiap hari seorang mursyi tersebut adalah mengasuh santri-santrinya (ada sekitar 1000 santri yang menetap dipesantrennya) , memberi tausiyah, mengajak masyarakat utuk selalu mengingat Allah SWT, ada juga kegiatan lain yaitu majlis dzikir yang selalu diadakan setiap hari dirumah mursyid tadi. kehidupan yang islami merupakan kebiasaan setiap harinya. tak jarang juga mursyid itu dipanggil ke sebuah tempat untuk mengisi pengajian. sang mursyid tadi juga mempunyai peliharaan burung beo, yang mana kita ketahui bahwa burung beo ternyata bisa menirukan suara manusia, karena rumah mursyid sering dibuat pengajian majelis dzikir maka burung beo tersebut mulai terbiasa mengucapkan kata-kata dzikir... salah satunya sang beo bisa menirukan dan mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah.... karena kelebihan sang burung beo itulah sang mursyid senang sekali terhadap burung tersebut. bahkan kemana pun sang mursyid pergi, burung beo itu selalu dibawanya.
singkat cerita,
ketika sang mursyid itu diundang untuk mengisi pengajian dikampung sebelah, sang mursyid itu datang sambil membawa burung beo tersebut, ketika sang mursyid itu berjalan tiba-tiba sang beo itu terbang dan akhirnya sang beo tertabrak mobil dan terlempar jauh, sang mursyid itu terkejut dan mendekati burung beo tersebut, ketika sampai sang mursyid melihat burungnya sedang sakarotul maut, karena melihat tersebut sang mursyid menangis dan pulang sambil menguburkan burung tersebut, dan pengajian pun ditunda. sehari-seminggu sang mursyid masih saja menangis didalam kamar, tidak pernah mengajar ngaji, akhirnya santri-santrinya bingung. ada salah satu santri tertua di pondok pesantren itu memberanikan diri bilang sama mursyid.
sang santri bilang : yaa syaikh, kenapa kamu bersedih terus? apa yang kamu sedih kan? apa karena kematian burung beo kemarin?
mursyid : (malah keras tangisannya)
sang santri : (mencoba menasehati) sudahlah syaikh kita beli lagi burung beo, dan kita latih lagi.....
mursyid: (mulai bicara) aku menangis bukankarena kematian burung beo tersebut.
sang santri : lantas kenapa syaikh?
mursyid : memang, burung beo tersebut bisa mengucap bahkan sering sekali ikut berdzikir LAA ILAAHA ILLALLAH, tp ketika aku melihat burung beo itu sekarat, ternyata burung tersebut tidak dapat mengucap kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH... lantas aku takut, bagaimana nanti aku, santri-santri ku, yang mana ketika hidup aku dan santri-santri sering sekali berdzikir LAA ILAAHA ILLALLAH, tapi apakah bisa besok ketika sakarotul maut aku mengucap kata LAA ILAAHA ILLALLAH? kucoba memasukkan kalimat itu kedalam hati, kedalam lathifah... aku tidak mau aku ataupun santri-santriku berdzikir hanya dilisan, yang akhirnya nanti seperti burung beo yang tak dapat mengucap kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH, karena sang burung beo tersebut hanya mengucapnya dilisan, tidak dimasukkan didalam hati.
marilah santri-santriku, kita isi hati kita, lathifah kita dengan asma LAA ILAAHA ILLALLAH..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar